Setelah melakukan tawaf sunnah sebanyak tujuh kali selepas sholat subuh, saya memberanikan diri berkompetisi dengan sekian banyak orang dari berbagai negara seluruh dunia untuk mencium hajar aswad. Dengan keyakinan bahwa saya dulu punya pengalaman sering berdesak-desakan masuk gedung bioskop untuk melihat film student show di Gresik Theatre maupun ketika di ITB Bandung (LFM ITB saat malam minggu), terbersit dalam hati… masa’ siih nggak mampu mencapainya.
Ternyata, untuk mencapai ke lokasi terdepan Hajar Aswad dapat saya lakukan dengan mudah. Saat itu saya sudah memegang piringan Hajar Aswad, menunggu giliran dua orang lagi. Yang satu orang dalam posisi mencium dan satu orang berikutnya di belakangnya. Saya orang ketiga.
Sambil menunggu orang di depan memuaskan ciumannya, saya menjaganya agar tidak terganggu. Di saat itulah terbersit godaan rasa sombong… Lha wong mudah begini kok katanya susah
Tanpa diduga, ternyata orang yang saya jaga untuk mencium hajar aswad tadi setelah selesai mengeluarkan kepalanya ke dada orang kedua di depanku, yang membuat orang tersebut terdorong dan saya terlempar ke belakang, menjauh dari hajar aswad. Astaghfirullah, ampunilah kesalahan dan dosaku Yaa Allah yang merasa sombong padahal kemudahan itu adalah datang dari-Mu.
Aku coba berusaha kembali untuk mendekat ke arah hajar aswad, bahkan berusaha lebih keras dan berkali-kali. Namun ternyata untuk mendekat sekitar satu meter saja ke arah hajar aswad sulitnya bukan kepalang. Akhirnya saya kelelahan dan menghentikan usaha tersebut dan istirahat untuk merenungi kejadian tersebut.
Tekad begitu besar
Tekad saya untuk mencium hajar aswad ini begitu besarnya, pantang menyerah dan tak kenal putus asa hingga saya coba di hari-hari berikutny. Bahkan sampai bermalam di Masjidil Haram mengharap ada waktu yang sepi dan senggang untuk berkompetisi kembali mencium hajar aswad. Ternyata, tak pernah ada sepinya sekalipun tengah malam. Orang yang melakukan tawaf bisa saja berkurang, tetapi konsentrasi di sekitar wilayah hajar aswad ternyata tak pernah sepi dan senggang.
Saya ceritakan peristiwa ini ke Pak Kiai Natsir. Beliau memberikan saran untuk melakukan sholat sunnah dulu sebelum berangkat ke Masjidil Haram dan berdoa: “Yaa Allah kami datang memenuhi panggilan-Mu sebagai tamu kehormatan-Mu, oleh karenanya perkenankan dan berilah kami kesempatan untuk dapat mencium hajar aswad”.
Hingga suatu malam saya berencana untuk mencoba berusaha kembali dengan teman-teman saya, yaitu Pak Rojiun dan Pak Yusron. Kami bertiga berangkat ke Masjidil Haram jam 11 Malam. Sebelum berangkat kami melakukan sholat sunnah dua rakaat dan berdoa sesuai anjuran pak Kiai Natsir. Sepanjang perjalanan kami membaca sholawat Nabi sesuai pesan dan anjuran kakak H. Saifudin apabila ingin berhasil mencium hajar aswad.
Sesampai di Masjidil Haram dan setelah tawaf sunnah dan sholat sunnah selesai, barulah kami mulai petualangan untuk berusaha mencium hajar aswad. Kami bertiga mulai dari arah sisi antara Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad, bergerak mendekati pusat konsentrasi Hajar Aswad. Kami lakukan dengan sabar, ikhlas, dan berusaha keras. Kadang-kadang kami terpental dan terpisah dengan teman. Kami menjauh tapi kami berusaha kembali untuk dapat mendekat.
Hingga akhirnya terlihat pak Yusron dengan susah payah berhasil mencium hajar aswad, begitu pula dengan pak Rojiun. Maka tinggallah aku yang belum berhasil. Di tengah himpitan banyak orang yang juga berusaha mencium hajar aswad, dengan dihinggapi perasaan cemas, maka saya berdoa memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahanku dan juga rasa sombong yang sempat terbersit pada kejadian yang lalu.
Saya memohon agar diberi kesempatan untuk dapat mencium hajar aswad: “Yaa Allah kami sudah datang dari jauh …. maka berilah kesempatan untuk dapat mencium hajar aswad-Mu “. Tiba-tiba tanpa disangka dan diduga, ternyata saya sudah berada tepat di depan hajar aswad. Alhamdulillah…. Yaa Allah, Engkau tunjukkan kekuasaan-Mu dan pertolongan-Mu.
Ada cerita lucu ketika aku mencium hajar aswad ini. Walaupun saya sudah berada di depan hajar aswad dan memasukkan mukaku ke tempat hajar aswad, namun saya tidak dapat merasakan menciumnya. Saya pun berusaha menempelkan dan gosokkan pipiku ke dalam hajar aswad, saat itulah saya sadar bahwa saya belum melepas kaca mata sehingga terhalang untuk menciumnya.
Lubang tempat hajar aswad ini ternyata dibuat seukuran kepala manusia. Saya lepas kaca mata dan saya ulangi untuk menciumnya. Alhamdulillah… Yaa Allah akhirnya aku berhasil. Amiiiin.
Ahmad Nursamsi
Kloter 84 JKS Bekasi (20 Nov 2009 – 1 Jan 2010)
Sumber: Jurnal Haji
Tidak ada komentar:
Posting Komentar